Minggu, 23 Desember 2012

Jangan Biarkan Eksistensi Pendidikan Semakin Meredup


Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat vital bagi pembentukan karakter. Tanpa pendidikan, sebuah bangsa atau masyarakat tidak akan pernah mendapatkan kemajuaanya sehingga menjadi bangsa atau masyarakat yang kurang atau bahkan tidak beradab.
Karena itu, sebuah peradaban yang memberdayakan akan lahir dari suatu pola pendidikan dalam skala luas yang tepat guna dan efektif bagi konteks dan mampu menjawab segala tantangan zaman.
Pendidikan menjadi harapan dan tumpuan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia. Pendidikan merupakan sarana bagi pembentukan intelektualitas, bakat, budi pekerti/ akhlak serta kecakapan peserta didik.
Hal ini sebagaimana tersurat dan tersirat dalam UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dunia pendidikan di masa depan memang dituntut untuk lebih dekat lagi dengan realitas dan permasalahan hidup yang tengah menghimpit masyarakat. Ungkapan school is mirror society (sekolah/lembaga pendidikan adalah cermin masyarakat) seyogyanya benar-benar mewarnai proses pendidikan yang sedang berlangsung. Sebagai konsekuensinya, lembaga pendidikan harus ikut berperan aktif dalam memecahkan problem sosial.
Persoalan yang kerap muncul adalah, banyak kalangan yang menganggap bahwa pendidikan itu selalu berurusan dengan sekolah, duduk di kelas, harus ada guru, harus ada gedung, harus ada jadwal yang tetap, dan sebagainya.
Umumnya orang mendefinisikan pendidikan sebagai kegiatan belajar di sekolah. Belajar untuk mengukur inteligensi, kecakapan dan kemampuan belajar lainnya.
Dalam proses kehidupannya, manusia dalam sepanjang hidupnya selalu akan menerima pengaruh dari tiga lingkungan pendidikan yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga merupakan tempat yang pertama dan utama pendidikan orang-seorang (individu) maupun pendidikan sosial.
Keluarga itu tempat pendidikan yang sempurna sifat dan wujudnya untuk melangsungkan pendidikan kearah pembentukan pribadi yang utuh. Peran orang tua dalam keluarga sebagai penuntun, pengajar, dan sebagai pemberi contoh.
Drijarkara mengemukakan bahwa pendidikan secara prinsip adalah berlangsung dalam lingkungan keluarga. Pendidikan merupakan tanggungjawab orang tua, yaitu ayah dan ibu bertanggungjawab membantu memanusiakan, membudayakan, dan menanamkan nilai-nilai terhadap anaknya. Bimbingan tersebut akan berakhir apabila sang anak menjadi dewasa, menjadi sempurna atau manusia paripurna.
Dalam menunjang mutu pendidikan, masyarakat harus dijadikan sebagai pendukung utama sekolah (stakeholders atau user), masyarakat harus bertanggung jawab kepada sekolah karena mereka menyadari bahwa sekolah pada dasarnya sedang mendidik anak-anak mereka atau rakyat mereka sendiri. Oleh karena itu, keberhasilan pendidikan sekolah didaerah tertentu pada dasarnya juga keberhasilan masyarakat di daerah tersebut.
Masyarakat, sebagaimana dikatakan Ary H Gunawan, memiliki fungsi sebagai penerus budaya dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Proses ini berlangsung dinamis, sesuai situasi dan kondisi serta kebutuhan masyarakat. Dalam konteks kemasyarakatan, pendidikan diartikan sebagai proses sosialisasi, yaitu sosialisasi nilai, pengetahuan, sikap, dan keterampilan antargenerasi.
Di antara tiga pusat atau lembaga pendidikan, sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Sekolah kini telah menjadi alternatif utama karena sistem administrasi modernnya sebagai sarana pembelajaran. Sekolah dianggap sebagai sebuah sistem yang secara khusus terkait dengan proses belajar-mengajar atau proses belajar-mengajar atau proses pendidikan.
Soedjatmoko (1991) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga pendidikan yang secara potensial paling strategis bagi terjadinya proses sosialisasi berbagai pengetahuan, nilai, sikap, kemampuan yang dicita-citakan yang relevan dengan tuntutan pembangunan nasional.
Untuk itu, diperlukan dukungan penuh dari orang tua dan masyarakat agar sekolah menjadi lembaga pendidikan yang memiliki cukup waktu dan kewibawaan melaksanakan fungsinya secara efisien dan efektif.
Jika mencermati persoalan bangsa dan generasi muda saat sekarang yang fluktuatif, maka mestinya peran ketiga lembaga pendidikan ini menjadi titik sentral dalam memberikan input dan masukan untuk dapat memberikan jalan keluar terhadap persoalan-persoalan sosial ini, yang kerap menjadi biang kerok dan pada akhirnya menjadikan manusia menjadi tidak beradab.
Secara kasat mata, dapat kita melihat dan merasakan bahwa bangsa Indonesia sepertinya telah kehilangan karakter yang telah dibangun berabad-abad. Keramahan, tenggang rasa, kesopanan, rendah hati, suka menolong, solidaritas sosial dan sebagainya yang merupakan jatidiri bangsa seolah-olah hilang begitu saja.
Keadaan ini telah menggugah kesadaran bersama terhadap perlunya memperkuat kembali dimensi moralitas bangsa kita. Fenomena lain yang dapat disaksikan dalam lingkungan kehidupan sosial belakangan ini diwarnai maraknya tindakan barbarisme, vandalisme fisik maupun non-fisik, model-model KKN baru, hilangnya keteladanan pemimpin, sering terjadinya pembenaran politik, larutnya semangat berkorban bagi bangsa dan negara.
Dapat dikatakan, krisis moral yang menimpa bangsa semakin menjadi-jadi yang ditandai maraknya tindak asusila, kekerasan, pembunuhan, perjudian, pornografi, meningkatnya kasus-kasus kenakalan remaja, jumlah pecandu narkoba, dan menjalarnya penyakit sosial yang makin kronis.
Terjadinya krisis multidimensi seperti sekarang ini, sebagian bersumber dari kesalahan lembaga pendidikan nasional yang dianggap belum optimal dalam membentuk kepribadian peserta didik. Lembaga pendidikan kita dinilai menerapkan paradigma patrialistik karena memberikan porsi besar untuk transimisi pengetahuan, namun melupakan pengembangan sikap, nilai, dan perilaku dalam pembelajarannya.
Atau dengan kata lain, perhatian yang diberikan oleh dunia pendidikan nasional terhadap dimensi pendidikan afektif ini masih kurang, bahkan dapat dikatakan penanganan dimensi afektif masih terbengkalai akibat orientasi pendidikan yang masih condong ke cognitive oriented.
Berkaitan dengan hal tersebut maka pembentukan karakter peserta didik harus dibentuk dari awal artinya prosesnya dimulai dari lingkungan pendidikan keluarga yang paling utama dan pertama sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah , yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
Tugas pendidikan karakter selain mengajarkan mana nilai-nilai kebaikan dan mana nilai-nilai keburukan, yang justru ditekankan adalah langkah-langkah penanaman kebiasaan (habituation) terhadap hal-hal yang baik. Hasilnya, individu diharapkan mempunyai pemahaman tentang mana nilai-nilai kebaikan dan mana nilai keburukan, mampu merasakan nilai-nilai yang baik dan mau melakukannya.
Ungkapan Aristotles, karakter itu erat kaitannya dengan kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan. beberapa contoh perilaku yang menunjukkan individu yang memiliki karakter yang baik di antaranya: memahami dan mematuhi aturan-aturan sosial, menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi, menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, mampu menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab, berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun, memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain, menghargai adanya perbedaan pendapat.
Namun perlu diingatkan, keberhasilan proses pendidikan sebagaimana yang tersurat dan tersirat dalam tujuan pendidikan nasional yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Adalah menjadi tanggungjawab bersama ketiga pusat lembaga pendidikan yang dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Proses pengajaran, pendidikan dan pembentukan karakter individu mempersyaratkan adanya dukungan dari institusi di luar sekolah. Dalam hal ini orang tua, lingkungan masyarakat dan media massa harus memberikan ruangan kondusif bagi proses penanaman nilai-nilai moral, budi pekerti, sehingga terbentuk manusia yang berkarakter baik dan bermartabat yang pada akhirnya menjadi insan kamil.

Pentingnya Pendidikan Budi Pekerti Sejak Dini


Secara umum Budi Pekerti berarti moral dan kelakuan yang baik dalam menjalani kehidupan ini. Ini adalah tuntunan moral yang paling penting untuk orang Jawa tradisional. Budi Pekerti adalah induk dari segala etika ,tatakrama, tata susila, perilaku baik dalam pergaulan , pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Pertama-tama budi pekerti ditanamkan oleh orang tua dan keluarga dirumah, kemudian disekolah dan tentu saja oleh masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.
Pada saat ini dimana sendi-sendi kehidupan banyak yang goyah karena terjadinya erosi moral,budi pekerti masih relevan dan perlu direvitalisasi.
Budi Pekerti yang mempunyai arti yang sangat jelas dan sederhana, yaitu : PerbuatanPekerti) yang dilandasi atau dilahirkan oleh Pikiran yang jernih dan baik ( Budi).
Dengan definisi yang teramat gamblang dan sederhana dan tidak muluk-muluk, kita semua dalam menjalani kehidupan ini semestinya dengan mudah dan arif dapat menerima tuntunan budi pekerti.
Budi pekerti untuk melakukan hal-hal yang patut, baik dan benar.Kalau kita berbudi pekerti, maka jalan kehidupan kita paling tidak tentu selamat, sehingga kita bisa berkiprah menuju ke kesuksesan hidup, kerukunan antar sesama dan berada dalam koridor perilaku yang baik.
Sebaliknya, kalau kita melanggar prinsip-prinsip budi pekerti, maka kita akan mengalami hal-hal yang tidak nyaman, dari yang sifatnya ringan, seperti tidak disenangi/ dihormati orang lain, sampai yang berat seperti : melakukan pelanggaran hukum sehingga bisa dipidana.
Penanaman Budi Pekerti
Esensi Budi Pekerti, secara tradisional mulai ditanamkan sejak masa kanak-kanak, baik dirumah maupun disekolah, kemudian berlanjut dalam kehidupan dimasyarakat.
Dirumah dan keluarga
Sejak masa kecil dalam bimbingan orang tua, mulai ditanamkan pengertian baik dan benar seperti etika, tradisi lewat dongeng, dolanan/permainan anak-anak yang merupakan cerminan hidup bekerjasama dan berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan.
Berperilaku yang baik dalam keluarga amat penting bagi pertumbuhan sikap anak selanjutnya. Dari kecil sudah terbiasa menghormat orang tua atau orang yang lebih tua, misalnya : jalan sedikit membungkuk jika berjalan didepan orang tua dan dengan sopan mengucap : nuwun sewu ( permisi), nderek langkung ( perkenankan lewat sini).
Selain berperilaku halus dan sopan, juga berbahasa yang baik untuk menghormati sesama, apakah itu bahasa halus ( kromo) atau ngoko ( bahasa biasa). Bahasa Jawa yang bertingkat bukanlah hal yang rumit, karena unggah ungguh basa( penggunaan bahasa menurut tingkatnya) adalah sopan santun untuk menghormat orang lain.


Bahasa kromo dan ngoko
Pada dasarnya ada dua tingkatan dalam bahasa Jawa,yaitu : Kromo, bahasa halus dan ngoko, bahasa biasa. Bahasa kromo dipakai untuk menghormat orang tua atau orang yang perlu dihormat, sedangkan ngoko biasanya dipakai antar teman.
Semua kata yang dipakai dalam dua tingkat bahasa tersebut berbeda, contoh :
Bahasa Indonesia : Saya mau pergi.
Kromo : Kulo bade kesah.
Ngoko : Aku arep lunga.
Dalam percakapan sehari-hari, orang tua kepada anak memakai ngoko, sedang anaknya menggunakan kromo. Dalam pergaulan dipakai pula bahasa campuran yang memakai kata-kata dari kromo dan ngoko dan ini lebih mudah dipelajari dalam praktek dan sulit dipelajari secara teori.
Ora ilok, suatu kearifan
Orang tua zaman dulu sering bilang : ora ilok,artinya tidak baik, untuk melarang anaknya.Jadi anak tidak secara langsung dilarang, apalagi dimarahi.Ungkapan tersebut dimaksudkan , agar si anak tidak melakukan perbuatan yang tidak sopan atau mengganggu keharmonisan alam. Misalnya ungkapan : Ora ilok ngglungguhi bantal, mengko wudhunen (Tidak baik menduduki bantal , nanti bisulan). Maksudnya supaya tidak menduduki bantal, karena bantal itu alas kepala. Meludah sembarang tempat atau membuang sampah tidak pada tempatnya, juga dibilang ora ilok, tidak baik. Tempo dulu, orang tua enggan menjelaskan, tetapi sebenarnya itu merupakan kearifan. Lebih baik melarang dengan arif, dari pada dengan cara keras.
Tembang yang bermakna
Pada dasarnya, pendidikan informal dirumah, dikalangan keluarga adalah ditujukan kepada harapan terbaik bagi anak asuh. Coba perhatikan ayah atau ibu yang meninabobokkan anak dengan kasih sayang melantunkan tembang untuk menidurkan anak , isinya penuh permohonan kepada Sang Pencipta, seperti tembang : Tak lelo-lelo ledung, mbesuk gede pinter sekolahe, dadi mister, dokter, insinyur. ( Sayang, nanti sudah besar pintar sekolahnya, jadi sarjana hukum, dokter atau insinyur).
Atau doa dan permohonan yang lain : Mbesuk gede, luhur bebudhene,jumuring ing Gusti, angrungkubi nagari ( Bila sudah dewasa terpuji budi pekertinya, mengagungkan Tuhan dan berbakti kepada negara).
Pendidikan tradisional zaman dulu mengandung kesabaran, nerimo ing pandhum, pasrah, ayem tentrem, tansah eling marang Pangeran ( selalu dengan sabar menerima dan mensyukuri pemberian Tuhan, pasrah. Pengertian pasrah adalah tekun berusaha dan menyerahkan keputusan kepada Tuhan.Hati tenang tentram, selalu ingat kepada Tuhan).Perlu digaris bawahi bahwa kepercayaan orang Jawa tradisional kepada Tuhan itu sudah mendarah daging sejak masa kuno, sehingga anak-anak Jawa sejak kecil sudah sering mendengar kata-kata orang tua : Kabeh sing neng alam donya iku ana margo kersaning Gusti. ( Semua yang ada didunia ini ada karena kehendak Tuhan).Sehingga bagi orang Jawa tradisional, apapun yang terjadi, akan selalu pasrah dan mengagungkan Gusti/Tuhan. Itu sudah menjadi watak bawaan yang mendarah daging.
Biasanya ketika anak mulai berumur lima tahunan, secara naluri mulai diterapkan ajaran unggah-ungguh, sopan santun, etika, menghormati orang tua dan orang lain. Inkulturisasi, penanaman etika ini sangat penting karena menjadi dasar supaya si anak hingga dewasa dapat membawa diri dan diterima dalam pergaulan dimasyarakat, mampu bersosialisasi dan punya budaya malu. Punya sikap mendahulukan kepentingan orang lain, peka dan peduli kepada sekeliling dan lingkungan. Punya kebiasaan hidup rukun dan damai, penuh kasih sayang dan hormat dilingkungan keluarga dan masyarakat. Penanaman sikap sejak dini ini penting karena akan merasuk dalam rasa, sehingga kepekaannya tidak mudah hilang.
Peduli Lingkungan
Pendidikan yang mengarah kepada peduli dan kasih terhadap lingkungan dan alam, juga sudah dimulai sejak usia belia.Anak-anak diberi pengertian untuk tidak bersikap sewenang-wenang kepada binatang dan tanaman dan juga menjaga kebersihan alam, tidak merusak alam.
Anak kecil yang dirumahnya punya binatang peliharaan seperti anjing, kucing, burung, selalu diberitahu oleh orang tuanya untuk merawat nya dengan baik, memberi makan yang teratur, dijaga kebersihannya, kandangnya juga bersih dan tidak boleh diperlakukan dengan sewenang-wenang dan justru harus dilindungi dan dikasihi.
Tanaman dan pepohonan juga harus dirawat dengan baik, disiram setiap sore, kadang-kadang diberi pupuk, dijaga supaya tumbuh subur dan sehat dan cantik penampilannya ,sehingga enak dipandang.
Tanaman yang dirawat akan membalas kebaikan kita, daunnya, , bunganya, buahnya, kayunya, akarnya, bisa memberi faedah yang berguna.
Bumi tempat kita berpijak, juga harus dilindungi, diurus yang baik, jangan asal saja menggali-gali tanah ,kalau memang tidak ada tujuan yang bermanfaat.Sumber air juga harus dijaga, tidak boleh dikotori.
Prinsipnya, kita harus dengan sadar dan sebaik-baiknya merawat, menggunakan dan mensyukuri semua pemberian alam dan Sang Pencipta.
Pendidikan formal
Selain pendidikan non-formal yang berkembang dan berpengaruh positif, pendidikan formal tentu saja mempunyai peran sangat penting.Anak dididik supaya cerdas dan punya budi pekerti.
Sejak ditaman bermain/Play group, TK,SD, anak diperkenankan dan dibiasakan bersosialisasi, ditanamkan etika, sopan santun, kebersihan, rasa kebersamaan, rasa kebersamaan dialam sebagai satu kesatuan kosmos, ditanamkan rasa solidaritas dan kasih sayang demi keselarasan, keseimbangan dan perdamaian.
Tentu juga diajarkan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam tradisi dan adat istiadat.
Dimasa penjajahan dulu, sekolah-sekolah pribumi seperti Taman Siswa, menanamkan pendidikan yang penuh dengan semangat juang dan nasionalisme, persatuan dan kesatuan dalam melawan penjajah.
Etika Pergaulan
Sebagai bangsa yang berbudaya, sebaiknya semua pihak menampilkan sikap yang santun dalam pergaulan, membuat orang lain senang, dihargai. Orang itu senang bila dihargai, disapa dengan kata-kata yang baik, termasuk wong cilik, orang ekonomi lemah.Wong cilik akan santun kepada orang yang menghargai mereka. Orang santun, meski derajatnya tinggi, tidak sombong, ini orang yang berbudaya.Orang yang berperilaku baik, berbahasa baik, berbudi baik, selain dihargai orang lain, secara pribadi juga untung, yaitu akan mengalami peningkatan taraf kejiwaannya, mengalami kemajuan batiniah.
Pelajaran dari cerita wayang
Cerita yang bersumber dari pewayangan juga penting untuk pendidikan budi pekerti secara umum.
Bagi orang Jawa tradisional, apa yang dikisahkan dalam wayang adalah merupakan cermin dari kehidupan, oleh karena itu wayang sangat populer di Jawa sampai saat ini.
Pelajaran yang bisa ditarik dari pewayangan adalah , antara lain :
  1. Didunia ini ada baik dan jahat, pada akhirnya yang baik yang menang, tetapi setiap saat yang jahat akan berusaha untuk menggoda lagi.
  2. Ikutilah contoh dari sikap hidup Pandawa, lima satria putra Pandu yaitu Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa dan satria-satria yang lain yang mempunyai watak luhur, jujur, sopan. Mereka berjuang demi kebenaran, untuk kesejahteraaan rakyat dan negara. Mereka dengan tekun dan ikhlas mendalami spiritualitas, kebatinan. Mereka menggunakan kemampuan, kesaktiannya untuk tujuan yang mulia. Satria itu orang yang berbudi pekerti, berwatak luhur dan bertanggung jawab. Jangan mencontoh sikap para Korawa,seratus orang putra Destarata,yaitu Duryudana dan adik-adiknya beserta kroni-kroninya. Mereka itu tidak jujur, serakah mencari kekayaan materi dan kekuasaan, sikapnya kasar, tidak sopan, culas.Mereka digambarkan sebagai raksasa. Raksasa dalam bahasa Jawa adalah Buto artinya buta, tidak bisa membedakan yang baik dan yang jahat, yang salah dan yang benar.
  3. Dari epoch Ramayana, Prabu Rama, Anoman dan anah buahnya punya watak satria luhur, sebaliknya RahwanaSarpakenaka adalah raksasa-raksasa yang rakus dan keji, tanpa rasa kemanusiaan.
  4. Penghuni Alam Raya ini tidak hanya manusia, hewan dan mahluk yang kasat mata, tetapi juga ada mahluk-mahluk lain yang biasanya disebut mahluk halus, ada yang baik dan ada yang jahat wataknya.
  5. Ada alam Kadewatan yang dihuni dewa dewi yaitu di Kahyangan. Penguasa Jagat Raya adalahSang Hyang Wenang yang dalam pelaksanaannya memberi wewenang kepada Batara Guru.
  6. Dalam hidupnya manusia selalu mensyukuri berkah dan anugerah Tuhan, selalu berdoa dan mengagungkan Tuhan, Sang Pencipta.Garis kehidupan manusia sesuai ketentuan yang diketahui dan diizinkan Tuhan.Titah bisa berkomunikasi dengan Sang Penguasa Jagat Raya, Tuhan melalui perantaraan dewa dewi ataupun secara langsung. Ini tentu merupakan anugerah Gusti kepada titahnya yang terpilih, tidak sembarang orang.Pemberitahuan Ilahi juga bisa diterima melalui wahyu secara langsung ataupun lewat mimpi.Dalam cerita wayang, seseorang bisa dikontak oleh utusan Kahyangan setelah bertapa ditempat yang sepi untuk beberapa saat(.Dewa-dewi dalam pengertian lain bisa disebut Malaikat atau Angels).
  7. Manusia yang sudah diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan dibumi ini oleh Sang Pencipta, tidak layak kalau menyia-nyiakan hidupnya. Dia harus menjadi manusia yang berbudi pekerti, melaksanakan darma anak manusia untuk memayu hayuning bawana . ( Melestarikan bumi dan mempercantik kehidupan dibumi.)
.
Legenda legenda tanah Jawa menggambarkan :
  1. Adanya raja-raja dan penguasa yang adil dan tidak adil;ada yang baik, bijak, tetapi ada juga yang bengis dan kejam.
  2. Kejujuran dan kelicikan.
  3. Pahlawan dan pengkhianat
  4. Negeri aman, adil makmur dan negeri yang serba semrawut dan kacau.
  5. Kekuasaan untuk rakyat dan penyalahgunaan kekuasaan.
  6. Masyarakat adil makmur tata tentram kerta raharja adalah suasana kehidupan masyarakat yang didambakan orang Jawa.

Tatakrama dan Tata Susila
Tatakrama dan Tata Susila juga tak terlepas dari budi pekerti. Berlaku sopan, bertatakrama yang meliputi sikap badan, cara duduk, berbicara dll. Misalnya dengan orang tua berbahasa halus/kromo, dengan teman berbahasa ngoko. Bahasa Jawa memang unik, dengan mudah bisa menunjukkan sifat tatakrama seseorang.
Menghormati orang tua, guru, pinisepuh adalah wajib, tetapi tidak berarti yang muda tidak dihormati. Hormat kepada orang lain itu satu keharusan.
Itu kesemuanya termasuk dalam Tata Susila- etika moral, yang juga meliputi :
  1. Jujur, tidak menipu, welas asih kepada sesama. Berkelakuan baik tidak melakukan Mo Limo, yaitu : Main/berjudi; madon/ main perempuan atau selingkuh;mabuk karena minuman keras;madat menggunakan narkoba dan maling .Tentu saja tindakan jahat yang lain seperti membunuh, menista, mengakali,memeras, menyuap, melanggar hukum dan berbuat kejam ,harus tidak dilakukan.
  2. Berperilaku baik dengan menghindari perbuatan salah, supaya nama baik tetap terjaga dan supaya tidak kena malu.Terkena malu bagi orang Jawa tradisional adalah kehilangan kehormatan.Ada pepatah Jawa menyatakan : Kehilangan semua harta milik itu tidak kehilangan apapun; kehilangan nyawa artinya kehilangan separoh hidup kita; tetapi kalau kehilangan kehormatan artinya kehilangan semuanya.
  3. Memelihara kerukunan, bebas dari konflik diantara keluarga, tetangga, kampung, desa, selanjutnya ditingkat negara dan dunia, dimana hubungan harmonis antar manusia teramat penting. Kerusakan dan kekacauan yang timbul didunia ini, yang paling besar adalah dikarenakan oleh sikap manusiaIngatlah pepatah : Rukun agawe santoso artinya : Rukun membuat kita sehat kuat.
  4. Bersikap sabar, nrimo artinya menerima dengan ikhlas dan sadar jalan kehidupan kita dan tidak perlu iri kepada sukses orang lain Ingin hidup sukses harus berusaha dengan keras dan rajin dan mohon restu Tuhan, hasilnya terserah Tuhan.
  5. Tidak bersikap egois yang hanya mementingkan diri sendiri. Ada petuah : Sepi ing pamrih, rame ing gawe.artinya bertindak tanpa pamrih dan selalu siap bekerja demi kepentingan masyarakat dan kesejahteraan umat.Sikap yang demikian ,mudah menimbulkan tindakan ber-gotong royong, baik dalam lingkungan kecil maupun besar.
  6. Gotong Royong adalah kerjasama saling membantu dan hasilnya sama-sama dinikmati. Ini bisa berlaku diskop kecil seperti antar tetangga kampung yang merupakan kebiasaan yang sudah berjalan sejak masa kuno. Yang digotong royongkan antara lain : sama-sama membersihkan jalan desa, memperbaiki pra sarana seperti jalan desa, saluran air, balai desa dsb.Ada juga yang bergotong royong ramai-ramai membangun rumah seorang warga dll. Jadi pada intinya gotong royong adalah kerjasama antar beberapa pihak yang menghasilkan nilai lebih dipelbagai bidang yang dikerjakan bersama tersebut. Dasar gotong royong adalah sukarela dan untuk kepentingan bersama yang meliputi bidang-bidang perawatan, pembangunan, produksi dll.Tiap peserta akan menangani bidang pekerjaan yang merupakan kemahirannya dan itu akan bersinerji dengan ketrampilan peserta lain dan proyek akan berjalan lancar.Berdasarkan pengalaman yang sukses dari gotong royong lingkup kecil, gotong royong bisa dipraktekkan berupa sinerji yang berskala nasional, regional ,bahkan internasional.

Kembali ke Budi Pekerti
Pada saat keprihatinan melanda kehidupan dinegeri tercinta ini dan itu sebab pokoknya adalah kemerosotan moral dan hukum yang sulit ditegakkan , kebenaran diplintir , rasa malu hilang entah kemana, mana yang baik mana yang buruk dikaburkan, tata susila tak diperhitungkan.Lalu dimana pula kejujuran?Yang lagi ngetrend pada saat ini adalah janji-janji, terutama janjinya para politikus. Ini katanya zaman krisis multi dimensi, kalau orang dulu bilang : Ini zaman edan !
Dalam keadaan sulit seperti apapun, tentu ada jalan keluarnya, tidak semua orang bersifat jelek, tidak semua pemimpin lupa diri, ada masih anak bangsa yang berkwalitas, jujur, pandai, trampil, trengginas,berani hidup sederhana, dalam perilaku dan tindakannya didasari nurani dan berkah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang . Inilah anak bangsa, satria bangsa yang mumpuni dan akan mrantasi gawe, mengentaskan bangsa dan negara ini dari keterpurukan dan membawa kekehidupan yang lebih baik , sejahtera, aman, adil dan makmur.
Kalau kita merenung dengan hening, berbicara dengan nurani, tiada sedikit keraguan bahwasanya Budi Pekerti yang sarat dengan ajaran luhur moral dan etika dan kepasrahan kepada Tuhan, merupakan resep mujarab supaya bangsa dan negara terlepas dari segala keruwetan yang dihadapi ( Ngudari ruwet rentenge bangsa lan negara ).
Krisis yang dihadapi akan ditanggulangi dengan baik bila kita semua, terutama mereka yang menjadi pemimpin, priyayi, birokrat, dengan sadar dan mantap, melaksanakan semua tindakan dengan dasar budi pekerti.
Budi Pekerti yang merupakan kearifan lokal, pada dasarnya mengandung nilai-nilai universal.
Budi Pekerti akan membangkitkan kepribadian yang berkwalitas : tanggap ( peka), tatag ( tahan uji), dan tanggon (dapat diandalkan).
JagadKejawen,
Suryo S. Negoro

Mother and is a woman


The origin of the child is a mother and is a woman. One shows a man what love, sharing and caring its all about.

SAYANG IBU

Asal mula seorang anak adalah seorang ibu yang juga merupakan seorang wanita, seseorang yang mengajarkan seorang anak manusia tentang makna kasih sayang, sosok manusia yang senantiasa membagi dan menjaga seluruh kasihnya.

Kalimat itu kuanggap penting karena kalimat singkat itu telah mengajarkanku betapa berartinya sosok seorang ibu.

Sebening kaca hatimu ibu Teduh sejuk menyimpan sejuta kasih Kau ajak aku dalam hidupmu Yang sarat akan perjuangan dan pengorbanan Kubersyukur terlahir kedunia ini melalui rahimmu Kau ajari aku berdoa tuk setiap keluh dan kesah Saat kuayun penaku ini, ku sedang mengulang ingatanku tepat sebulan sudah kepergianmu menghadap Sang khaliq.

Di saat seluruh negeri ini memperingati moment Hari Ibu 22 Desember 2012. Izinkan aku untuk mengenang kembali masa-masa yang indah saat belaian kasihmu masih menyertai.

Sedari kecil, aku terlalu dekat dengannya. Lumrah mungkin, karena seorang anak memang biasanya lebih dekat dengan ibunya. Sosok wanita yang senantiasa hadir di rumah, membimbing anak-anaknya.

John Bowlby seorang ahli jiwa anak menegaskan seorang anak akan efektif jika minimal ada satu orang yang ''berdiri di belakang mereka''. Maksudnya, selalu ada orang yang siap memberikan dukungan apapun kondisinya.

Cinta ibu adalah peneguhan tanpa syarat terhadap hidup dan kebutuhan seorang anak. Cinta ibu akan mengajarkan tentang makna pemeliharaan dan tanggung jawab yang tentunya sangat penting bagi kelanjutan hidup dan perkembangan anak.

Cinta ibu pulalah yang akan menanamkan rasa syukur pada Tuhan dalam diri setiap anak atas kehidupan yang diterimanya, atas jenis kelaminnya, dan atas kelahirannya di muka bumi. Rasa syukur setiap anak tersebut pada akhirnya akan membuat ia mencintai kehidupan dan bukan hanya berkeinginan untuk tetap hidup.

Ibu seringkali dilambangkan sebagai tanah atau alam, oleh karena itu muncul istilah, mother land atau mother nature. Hal ini terjadi karena ibu adalah sosok yang subur seperti halnya tanah dan alam yang menawarkan kelimpahan susu dan madu.

Susu merupakan simbol pemeliharaan dan peneguhan kasih ibu. Sedangkan madu melambangkan kecintaan dan kebahagiaan dalam kehidupan. Banyak ibu yang dapat memberikan susu pada anak-anaknya, namun hanya sedikit yang mampu memberikan madu.

Untuk dapat memberikan madu, seorang ibu tidak hanya harus menjadi ibu yang baik, namun harus menjadi sosok pribadi yang penuh kasih sayang. Yakni sosok perempuan yang lebih berbahagia dalam memberi dibandingkan menerima, serta sosok yang betul-betul kukuh berakar pada eksistensinya. Sehingga ia tidak lagi menginginkan apa-apa untuk dirinya sendiri.

Al-Quran juga telah mengingatkan keutamaan ibu dengan menggambarkan penderitaan yang dirasakannya dalam dua periode kehidupan (mengandung dan menyusui).
"Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku kamu kembali." (Luqman:14)

Sabtu, 22 Desember 2012

Perpus S.E.M.E.N.T.A.R.A hohohoh..

Yah.. dari judul postingan ini sobat2 sudah pada ngerti kan kenapa dinamakan perpus sementara??? xixixix..
Ada yang tahu nggak??? :P
Dinamakan perpus sementara y karena ini sebenarnya tidak memenuhi SNP :S lhooooooooo kok??? tapi itu kan banyak bukunya.. iya memang itu adalah dari buku hasil merger SDN Sukowiyono 3.. Lumayan banyak :D alhamdulillah.. ini dulunya adalah musala yang dijadikan perpus..  sudahlah jangan dibahas :P do'akan moga2 tahun depan sekolah kami menerima DAK Perpus komplit se alat2nya... aamiin..

#moga saja ada dari kemendiknas yang lihat BLOG ini.. xixixixix.. "ngimpi"




Ngawi Hijau

Gerakan Penghijauan.. :D itu tuuuuuuuuuh mandat dari bapak Bupati Ngawi.. Tanggal 18 Desember 212 kemarin seluruh Instansi di Kabupaten Ngawi diwajibkan menanam Bibit pohon untuk menggalakkan ngawi hijau. Naaaaaaaaaaaaah.. salah satunya SDN Sukowiyono 1 kita tercinta ini ^.^ cekibrooooooooot..





Masak Memasak.. Mumpung ada bahane..

jiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah :D bu guru 2 ini emang pemerhati bapak2 guru lainya.. xixixix.. lha itu buktinya puagi-puagi udh dmasakin mie.. heheheh.. hari pertama agak asin O.o hari ke duanya MANTAB rasanya..



Aneka Kreasi Buah dan Sayur mayur

Berikut kami tampilkan beberapa bentuk kreasi dari ibu-ibu Dharma Wanita UPTD Pendidikan Kec.Padas.. xixixixixix.. iseng aja siapa tahu bermanfaat bagi semua pengunjung ^.^










Jangan Lupa tinggalkan comment ya!
Aku Anak SDN Sukowiyono 1, JUJUR itu Hebat dan Luar Biasa